Rabu, 24 Juni 2009

Jakarta (ANTARA News) - Biaya pelaksanaan Pemilihan Presiden (Pilpres) 2009 jika berlangsung satu putaran sekitar Rp.4 triliun, kata Ketua Komisi Pemilihan Umum (KPU) A. Hafiz Ashary di Jakarta, Kamis (28/5).

"Jika berlangsung satu putaran sekitar Rp 4 triliun, namun jika dua putaran, maka bisa bertambah lagi. Kita usahakan tak akan meminta tambahan dana kecuali jika Pilpres berlangsung dua putaran," katanya pada jumpa pers dengan redaktur media cetak dan elektronik.

Ia menjelaskan, dana APBN tahun 2009 untuk pemilu legislatif dan Pilpres sekitar Rp 13,5 triliun, namun dana itu telah diambil sebesar Rp 2,8 triliun untuk membayar biaya pelaksanaan tahapan Pemilu yang sebelumnya dianggarkan pada tahun 2008.

"Saat itu dana pelaksanaan pemilu tahun 2008 sebesar Rp 6,6 triliun tidak terserap semua sehingga dikembalikan ke negara Rp 2,8 triliun, namun pelaksanaan anggaran 2008 itu mundur pada awal tahun 2009 sehingga menyerap anggaran 2009 sebesar Rp 2,8 triliun," katanya.

Oleh karena itu, jika Pilpres 2009 berlangsung dua putaran, maka KPU akan meminta tambahan dana Rp 2,8 triliun. "Menurut Pemerintah dana itu akan masuk dalam APBN perubahan," katanya.

Menurut Ashary, pihaknya sudah melakukan berbagai penghematan sehingga sampai saat ini dana APBN 2009 untuk Pemilu sudah bisa dihemat sampai Rp 1 triliun.

Ia mengungkapkan, biaya terbesar pada Pemilu 2009 akan habis untuk honorarium petugas PPS, PPK dan Panitia Pemilih Luar Negeri (PPLN) serta Panwas, dengan total sekitar Rp 10,3 trilun karena sudah tidak ada lagi bantuan dari APBD untuk memberikan honorarium itu.

Terkait Pilpres 2009, Ashary menjelaskan, biaya logistik yang dianggarkan sekitar Rp 660 miliar yaitu untuk pencetakan surat suara Rp 121,7 miliar, distribusi surat suara Rp 497,9 miliar, segel Rp 3,3 miliar, dan tinta Rp 37,1 miliar.

Ia juga membantah sejumlah sinyalemen yang mengatakan anggaran teknologi informasi (TI) mencapai Rp 170 miliar, karena faktanya dana yang dikeluarkan untuk TI di KPU Pusat dan KPU di daerah keseluruhan hanya Rp 33,58 miliar.

"Saya tidak tahu jika ada yang bicara biaya TI untuk Pemilu mencapai Rp 170 miliar, bahkan ada yang mengatakan Rp 210 miliar. Saya tak tahu sumber itu dari mana karena berdasarkan pagu anggaran hanya Rp 33,58 miliar itu," katanya.

Ia menjelaskan, dana IT itu termasuk juga pengadaan scanner (alat pemindai, red) di 471 kota/kabupaten dtambah 33 propinsi, serta perangkat lunak aplikasinya.

"Tidak ada proyek pengadaan di KPU yang dilakukan tanpa tender," tegasnya. (*)
25 Juni 2009

Keterangan Pers KPU Mengenai Rencana Anggaran Pemilihan Umum 2009

I . POKOK-POKOK PANDANGAN
  1. Jumlah rencana anggaran sebesar Rp 47,9 trilyun yang dilansir media merupakan penjumlahan rencana anggaran tahun 2008 dan tahun 2009. Jadi, bukan hanya tahun anggaran 2009 saja. 2.Rancangan anggaran sebesar itu merupakan penjumlahan dari rencana anggaran yang dibiayai APBN yang direncanakan sebesar Rp 22,3 trilyun dan prediksi anggaran yang dikeluarkan APBD sebesar Rp 25, 6 trilyun rupiah. Penjumlahan dilakukan oleh karena pendaan Pemilu 2009 menurut UU 22 Tahun 2007 ’’satu pintu’’ melalui APBN. Karena itulah, komponen-komponen yang dibiayai APBD mesti dihitung.
  2. Jika biaya Pemilu 2004 dihitung berdasarkan penjumlahan anggaran APBN dan APBD, total biayanya (2003 dan 2004) mencapai Rp 56 trilyun. Komponen biaya APBD dihitung berdasarkan laporan dari KPUD seIndonesia.
  3. Rancangan anggaran Pemilu 2009, masih merupakan gambaran kasar agar KPU dapat segera menyusun rencana anggaran dengan asumsi regulasi yang digunakan adalah UU 12 Tahun 2003.
  4. Rancangan anggaran yang disusun ini masih dapat diefisiensikan secara siginifikan, dengan asumsi bahwa RUU Politik yang dikeluarkan nanti juga mendorong munculnya efisiensi. Misalnya menyangkut jumlah pemilih per TPS, jumlah dan besaran daerah pemilihan, format dan bentuk surat suara, kelengkapan logistik pemilu (seperti paku coblos, bantalan dan tinta).

Sebagai contoh, rancangan awal jumlah TPS 684.977 dengan jumlah pemilih per TPS 300 orang. Jumlah anggota KPPS 7 orang dengan honor KPPS Rp 50 ribu per orang pada Pemilu 2004. Selama proses Pemilu Kepala Daerah honor KPPS berkisar antara Rp 200-400 ribu di tiap daerah. Pada anggaran tahun 2009 honor mereka dinaikkan menjadi Rp 300 ribu per orang (enam kali lipat). Honor KPPS saja mencapai Rp 300 ribu x 7 x 684.977 TPS = Rp 1,44 triliyun.

Jika UU yang baru mengamanatkan jumlah pemilih tiap TPS 600 orang, maka jumlah TPS minimal mencapai 342.500-an (angka ini bisa bergerak lebih besar karena faktor demografis, politis dan sosiologis), maka honor menjadi Rp 300 ribu x7x 342.500 = Rp 719,25 milyar. Jadi, bisa dihemat Rp 721 milyar. Penghematan yang sama bisa dilakukan di PPK dan PPS yang jumlahnya juga signifikan.

Begitu pula jika daerah pemilihan bisa didorong pola menengah besar maka akan terjadi efisiensi dibandingkan pola kecil. Tahun2004 jumlah daerah pemilihan mencapai 2000-an. Jika pola kecil akan mencapai 4000-an. Ini berpengaruh terhadap biaya pencetakan surat suara.

II. Penjelasan

Berdasarkan rapat pembahasan pagu indikatif anggaran untuk membiayai program dan anggaran Pemilu 2009 antara KPU, Bappenas dan Departemen Keuangan, disepakati pembiayaan Pemilu 2009 untuk tahun 2008 dan 2009 dibiayai dari 2 (dua) sumber anggaran yaitu dari bagian anggaran 76 dan dari bagian anggaran 69. Untuk tahun anggaran selanjutnya dibiayai kembali dari anggaran 76. Bagian anggaran 76 untuk membiayai biaya rutin dan operasional KPU, KPU Provinsi dan KPU Kabupaten/Kota, sedangkan bagian anggaran 69 untuk membiayai penyelenggaraan Pemilu 2009 sesuai dengan tahapan.

A.Bagian Anggaran 69.

Bagian anggaran 69 diarahkan untuk membiayai tahapan penyelenggara Pemilu 2009 khusus untuk tahun 2008 dan 2009.

a. Renja KPU, KPU Provinsi dan KPU Kabupaten/Kota tahun 2008.

Sesuai dengan hasil Rapat Trilateral antara KPU, Bappenas dan Departemen Keuangan, sisa anggaran sebesar Rp. 8.284.306.314.747,- akan dialokasikan pada bagian anggaran 69, untuk membiayai keperluan Logistik Pemilu 2009 sebesar Rp. 3.822.141.608.898,- dan biaya tahapan dan penunjang Pemilu di KPU, KPU Provinsi., KPU Kabupaten/Kota, PPK, PPLN, PPS dan petugas pemutakhiran data pemilih pada rencana kebutuhan tahun 2008 sebesar 4.462.164.705.849,- yang terdiri dari :

1. Komisi Pemilihan Umum = Rp. 2.298.785.208.856
a. Logistik = Rp. 1.505.988.974.547
b. Tahapan dan penunjang Pemilu = Rp. 792.796.234.309

2. Komisi Pemilihan Umum Provinsi = Rp.526.382.226.899
a. Logistik = Rp. 380.852.226.899
b. Tahapan dan penunjang Pemilu = Rp. 145.530.000.000

3. Komisi Pemilihan Umum Kab/Kota = Rp. 2.344.423.278.933
a. Logistik = Rp. 1.397.938.594.949
b. Tahapan dan penunjang Pemilu = Rp. 946.484.684.044

4. Anggaran PPK = Rp. 437.672.700.000

5. Anggaran PPLN = Rp. 43.884.000.000

6. Anggaran PPS = Rp.2.153.675.000.000

7. Petugas Pemutakhiran data Pemilih = Rp. 479.483.900.000

Jumlah = Rp.8.284.306.314.747

Rincian program/kegiatan dan anggaran terlampir)

b. Renja KPU, KPU Provinsi dan KPU Kabupaten/Kota Tahun 2009.

Pada tahun 2009, program/kegiatan prioritas : distribusi logistik Pemilu 2009, sosialisasi, kampanye, pemungutan dan penghitungan suara Pemilu 2009 untuk legislatif, advokasi hukum, verifikasi calon Presiden dan Wakil Presiden, pemutakhiran data pemilih calon Presiden dan Wakil Presiden, pengucapan sumpah/janji anggota DPR, DPD dan DPRD, kampanye calon Presiden dan Wakil Presiden, logistik dan distribusi Pemilu 2009 untuk Presiden dan Wakil Presiden, pemungutan dan penghitungan suara Pemilu 2009 untuk Presiden dan Wakil Presiden, penetapan calon terpilih Pemilu Presiden dan Wakil Presiden, serta advokasi hukum dan pengambilan sumpah/ janji Presiden dan Wakil Presiden, yang terdiri dari :

  1. Komisi Pemilihan Umum = Rp. 1.784.494.310.819
  2. Komisi Pemilihan Umum Provinsi = Rp. 793.905.341.375
  3. Komisi Pemilihan Umum Kab/Kota = Rp. 2.978.527.058.760
  4. Anggaran PPK = Rp. 367.678.800.000
  5. Anggaran PPLN = Rp. 143.520.000.000
  6. Anggaran PPS = Rp. 2.379.150.000.000
  7. Anggaran KPPS = Rp. 4.418.101.650.000
  8. Anggaran KPPSLN = Rp. 11.748.000.000
  9. Petugas Pemutakhiran data Pemilih = Rp. 479.483.900.000

Jumlah = Rp. 14.110.083.760.954

(Rincian program/kegiatan dan anggaran terlampir)

III.PERBEDAAN ANGGARAN PEMILU 2004 DAN 2009

a.Tahun Anggaran 2003 dan 2008

i.Tahun Anggaran 2003:
1.APBN : Rp. 2.373.603.768.000,-
2.Perkiraan APBD : Rp.16.615.226.376.000,-
Jumlah : Rp.18.988.830.144.000,-

ii.Tahun Anggaran 2008:
1.APBN : Rp. 8.284.306.314.748,-
2.Perkiraan APBD : Rp.10.326.576.850.000,-
Jumlah : Rp.18.610.883.164.748,-

Perkiraan efisiensi anggaran Pemilu 2009 tahun 2008 sebesar Rp. 377.946.979.252,- (tiga ratus tujuh puluh tujuh milyar sembilan ratus empat puluh enam juta sembilan ratus tujuh puluh sembilan ribu dua ratus lima puluh dua rupiah).

b.Tahun Anggaran 2004 dan 2009

i.Tahun Anggaran 2004 :
1.APBN : Rp. 4.615.093.684.000,-
2.Perkiraan APBD : Rp.32.305.655.788.000,-
Jumlah : Rp. 36.920.749.472.000,-

ii.Tahun Anggaran 2009:
1.APBN : Rp.14.110.083.760.955,-
2.Perkiraan APBD: Rp.15.220.235.250.000,-
Jumlah : Rp. 29.330.319.010.955,- Perkiraan efisiensi anggaran Pemilu 2009 tahun 2009 sebesar Rp.7.590.430.461.045,- (tujuh trilyun

lima ratus sembilan puluh milyar empat ratus tiga puluh juta empat ratus enam puluh satu ribu empat puluh lima rupiah).

(Matrik rincian terlampir)

IV.FAKTOR-FAKTOR YANG MENYEBABKAN MENINGKATNYA ANGGARAN PEMILU YANG BERSUMBER DARI APBN 2008 DAN 2009

  1. Berdasarkan Pasal 114 dan 115 Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2007 tentang Penyelenggara Pemilu, sumber anggaran KPU untuk penyelenggaraan Pemilu Anggota DPR, DPD dan DPRD hanya bersumber dari APBN (dalam Pemilu 2004, sumber anggaran KPU untuk Pemilu Anggota DPR, DPD dan DPRD berdasarkan Pasal 23 Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2003 bersumber dari APBN dan APBD).
  2. Berdasarkan Pasal 8 huruf p, Pasal 9 huruf k, Pasal 10 huruf r, Pasal 44 huruf l, Pasal 47 huruf p, Pasal 51 huruf k, Undang-undang Nomor 22 Tahun 2007, program/kegiatan sosialisasi Pemilu 2009 tidak hanya dilaksanakan oleh KPU, KPU Provinsi dan KPU Kabupaten/Kota tetapi juga oleh PPK, PPLN dan PPS.
  3. Berdasarkan Pasal 47 huruf c Undang-undang Nomor 22 Tahun 2007, PPS berkewajiban mengangkat petugas pemutakhiran data pemilih.
  4. Berdasarkan Pasal 49 huruf b Undang-undang Nomor 22 Tahun 2007, KPPS berkewajiban menyerahkan daftar pemilih tetap (DPT) kepada saksi peserta Pemilu yang hadir dan Pengawas Pemilu Lapangan.
  5. Berdasarkan Pasal 129 Undang-undang Nomor 22 Tahun 2007, Panitia Pengawas Pemilu yang dalam Pemilu 2004 merupakan lembaga adhock, pada Pemilu 2009 menjadi lembaga permanen yang harus dibentuk 5 (lima) bulan setelah terbentuknya anggota KPU baru serta adanya tambahan petugas pengawas lapangan di tingkat desa/kelurahan atau sebutan lainnya serta dibentuknya pengawas Pemilu di luar negeri dimasing-masing kantor perwakilan Republik Indonesia di Luar Negeri (pada Pemilu 2004 Panwaslu hanya sampai dengan tingkat Kecamatan dan hanya ada di dalam negeri).
  6. Bertambahnya wilayah administrasi pemerintahan/pemekaran wilayah Provinsi, Kabupaten/Kota, Kecamatan dan Desa/Kelurahan atau sebutan lainnya.
  7. Meningkatnya jumlah penduduk dan jumlah pemilih pada Pemilu 2009.
  8. Meningkatnya daerah pemilihan Anggota DPR, DPD dan DPRD.
  9. Meningkatnya standar harga/biaya pengadaan barang dan operasional.

V.HAL-HAL YANG MEMERLUKAN KERJASAMA ANTARA KPU, KPU PROVINSI DAN KPU KABUPATEN/KOTA DENGAN PEMERINTAH DAN PEMERINTAH DAERAH

a.Rencana anggaran Pemilu 2009 untuk tahun 2008 dan 2009, belum mengalokasikan anggaran untuk kebutuhan Bawaslu dan biaya distribusi barang-barang keperluan Pemilu 2009 dari KPU Kabupaten/Kota ke TPS, dan dari TPS ke KPU Kabupaten/Kota, sehubungan dengan variasi dan jumlah kebutuhan anggaran yang sangat besar. Anggaran Bawaslu akan diusulkan oleh bawaslu sendiri sebagai lembaga permanen.

b.Meningkatnya kegiatan rutin dan operasional pada tahun2008 dan 2009 belum disertai meningkatnya anggaran rutin KPU, KPU Provinsi dan KPU Kabupaten/Kota dari sumber anggaran 76.

c.Adanyakebutuhan riil KPU, KPU Provinsi dan KPU Kabupaten/Kota dalam pengamanan proses dan penetapan hasil Pemilu 2009 yang tidak tersedia dalam anggaran APBN. d.Adanya kebutuhan riil untuk kegiatan desk Pemilu 2009 untuk koordinasi dengan instansi terkait mengenai penanganan masalah-masalah di lapangan dari masing-masing daerah yang juga belum tersedia dalam anggaran APBN.

e.Berkenaan dengan angka 1 sampai dengan 4, perlu adanya kerjasama antara KPU dengan Pemerintah dan KPU Provinsi dan KPU Kabupaten/Kota dengan Pemerintah Daerah dengan mempedomani Pasal 121 Undang-Undang Nomor 22 tahun 2007 (Untuk melaksanakan tugas, wewenang dan kewajibannya, KPU, KPU Prvinsi, dan KPU Kabupaten/Kota dapat bekerjasama dengan Pemerintah dan Pemerintah Daerah serta memperoleh bantuan dan fasilitas, baik dari Pemerintah maupun dari Pemerintah Daerah, sesuai dengan peraturan perundang-undangan).

Jakarta, 2 November 2007

KETUA,

Prof. Dr. H. A. HAFIZ ANSHARY, MA
(KPU)

Kamis, 07 Mei 2009

What are they called love?

There are six basic love styles: Eros (passionate love), Ludus (game-playing love), Storge (friendship love), Pragma (logical love), Mania (possessive, dependent love), and Agape (all-giving selfless love).


Eros Love: Eros refers to the romantic love that has tremendous passion, physical longing, deep intensity, and intimacy.


Ludas Love: Ludas is called game-playing love. It is like the love of a knight for a princess. There are playful interactions here but little intimacy or deep intensity.


Storge Love: Storge exemplifies friendship-based love. There is strong companionship and shared values here but little physical intimacy.


Pragma Love: Pragma, a combination of storge and ludus love, refers to practical or logical love in which someone actively searches for a partner with certain characteristics.


Mania Love: Mania is a combination of eros and ludus love. It is also known as the troubled love. This love has jealousy and dependence (often called co-dependency), great intensity, some intimacy, and many psychological symptoms related to the relationship.


Agape Love: Agape is also a blend of two other types of love, eros and storge. This is the love of altruism, of giving without asking anything in return, and of sacrificing oneself for one's partner. Many would consider it to be the purest form of love.