Rabu, 24 Juni 2009
"Jika berlangsung satu putaran sekitar Rp 4 triliun, namun jika dua putaran, maka bisa bertambah lagi. Kita usahakan tak akan meminta tambahan dana kecuali jika Pilpres berlangsung dua putaran," katanya pada jumpa pers dengan redaktur media cetak dan elektronik.
Ia menjelaskan, dana APBN tahun 2009 untuk pemilu legislatif dan Pilpres sekitar Rp 13,5 triliun, namun dana itu telah diambil sebesar Rp 2,8 triliun untuk membayar biaya pelaksanaan tahapan Pemilu yang sebelumnya dianggarkan pada tahun 2008.
"Saat itu dana pelaksanaan pemilu tahun 2008 sebesar Rp 6,6 triliun tidak terserap semua sehingga dikembalikan ke negara Rp 2,8 triliun, namun pelaksanaan anggaran 2008 itu mundur pada awal tahun 2009 sehingga menyerap anggaran 2009 sebesar Rp 2,8 triliun," katanya.
Oleh karena itu, jika Pilpres 2009 berlangsung dua putaran, maka KPU akan meminta tambahan dana Rp 2,8 triliun. "Menurut Pemerintah dana itu akan masuk dalam APBN perubahan," katanya.
Menurut Ashary, pihaknya sudah melakukan berbagai penghematan sehingga sampai saat ini dana APBN 2009 untuk Pemilu sudah bisa dihemat sampai Rp 1 triliun.
Ia mengungkapkan, biaya terbesar pada Pemilu 2009 akan habis untuk honorarium petugas PPS, PPK dan Panitia Pemilih Luar Negeri (PPLN) serta Panwas, dengan total sekitar Rp 10,3 trilun karena sudah tidak ada lagi bantuan dari APBD untuk memberikan honorarium itu.
Terkait Pilpres 2009, Ashary menjelaskan, biaya logistik yang dianggarkan sekitar Rp 660 miliar yaitu untuk pencetakan surat suara Rp 121,7 miliar, distribusi surat suara Rp 497,9 miliar, segel Rp 3,3 miliar, dan tinta Rp 37,1 miliar.
Ia juga membantah sejumlah sinyalemen yang mengatakan anggaran teknologi informasi (TI) mencapai Rp 170 miliar, karena faktanya dana yang dikeluarkan untuk TI di KPU Pusat dan KPU di daerah keseluruhan hanya Rp 33,58 miliar.
"Saya tidak tahu jika ada yang bicara biaya TI untuk Pemilu mencapai Rp 170 miliar, bahkan ada yang mengatakan Rp 210 miliar. Saya tak tahu sumber itu dari mana karena berdasarkan pagu anggaran hanya Rp 33,58 miliar itu," katanya.
Ia menjelaskan, dana IT itu termasuk juga pengadaan scanner (alat pemindai, red) di 471 kota/kabupaten dtambah 33 propinsi, serta perangkat lunak aplikasinya.
"Tidak ada proyek pengadaan di KPU yang dilakukan tanpa tender," tegasnya. (*)
25 Juni 2009 | |
Keterangan Pers KPU Mengenai Rencana Anggaran Pemilihan Umum 2009I . POKOK-POKOK PANDANGAN
Sebagai contoh, rancangan awal jumlah TPS 684.977 dengan jumlah pemilih per TPS 300 orang. Jumlah anggota KPPS 7 orang dengan honor KPPS Rp 50 ribu per orang pada Pemilu 2004. Selama proses Pemilu Kepala Daerah honor KPPS berkisar antara Rp 200-400 ribu di tiap daerah. Pada anggaran tahun 2009 honor mereka dinaikkan menjadi Rp 300 ribu per orang (enam kali lipat). Honor KPPS saja mencapai Rp 300 ribu x 7 x 684.977 TPS = Rp 1,44 triliyun. Jika UU yang baru mengamanatkan jumlah pemilih tiap TPS 600 orang, maka jumlah TPS minimal mencapai 342.500-an (angka ini bisa bergerak lebih besar karena faktor demografis, politis dan sosiologis), maka honor menjadi Rp 300 ribu x7x 342.500 = Rp 719,25 milyar. Jadi, bisa dihemat Rp 721 milyar. Penghematan yang sama bisa dilakukan di PPK dan PPS yang jumlahnya juga signifikan. Begitu pula jika daerah pemilihan bisa didorong pola menengah besar maka akan terjadi efisiensi dibandingkan pola kecil. Tahun2004 jumlah daerah pemilihan mencapai 2000-an. Jika pola kecil akan mencapai 4000-an. Ini berpengaruh terhadap biaya pencetakan surat suara. II. PenjelasanBerdasarkan rapat pembahasan pagu indikatif anggaran untuk membiayai program dan anggaran Pemilu 2009 antara KPU, Bappenas dan Departemen Keuangan, disepakati pembiayaan Pemilu 2009 untuk tahun 2008 dan 2009 dibiayai dari 2 (dua) sumber anggaran yaitu dari bagian anggaran 76 dan dari bagian anggaran 69. Untuk tahun anggaran selanjutnya dibiayai kembali dari anggaran 76. Bagian anggaran 76 untuk membiayai biaya rutin dan operasional KPU, KPU Provinsi dan KPU Kabupaten/Kota, sedangkan bagian anggaran 69 untuk membiayai penyelenggaraan Pemilu 2009 sesuai dengan tahapan. A.Bagian Anggaran 69. Bagian anggaran 69 diarahkan untuk membiayai tahapan penyelenggara Pemilu 2009 khusus untuk tahun 2008 dan 2009. a. Renja KPU, KPU Provinsi dan KPU Kabupaten/Kota tahun 2008. Sesuai dengan hasil Rapat Trilateral antara KPU, Bappenas dan Departemen Keuangan, sisa anggaran sebesar Rp. 8.284.306.314.747,- akan dialokasikan pada bagian anggaran 69, untuk membiayai keperluan Logistik Pemilu 2009 sebesar Rp. 3.822.141.608.898,- dan biaya tahapan dan penunjang Pemilu di KPU, KPU Provinsi., KPU Kabupaten/Kota, PPK, PPLN, PPS dan petugas pemutakhiran data pemilih pada rencana kebutuhan tahun 2008 sebesar 4.462.164.705.849,- yang terdiri dari : 1. Komisi Pemilihan Umum = Rp. 2.298.785.208.856 2. Komisi Pemilihan Umum Provinsi = Rp.526.382.226.899 3. Komisi Pemilihan Umum Kab/Kota = Rp. 2.344.423.278.933 4. Anggaran PPK = Rp. 437.672.700.000 5. Anggaran PPLN = Rp. 43.884.000.000 6. Anggaran PPS = Rp.2.153.675.000.000 7. Petugas Pemutakhiran data Pemilih = Rp. 479.483.900.000 Jumlah = Rp.8.284.306.314.747 Rincian program/kegiatan dan anggaran terlampir) b. Renja KPU, KPU Provinsi dan KPU Kabupaten/Kota Tahun 2009. Pada tahun 2009, program/kegiatan prioritas : distribusi logistik Pemilu 2009, sosialisasi, kampanye, pemungutan dan penghitungan suara Pemilu 2009 untuk legislatif, advokasi hukum, verifikasi calon Presiden dan Wakil Presiden, pemutakhiran data pemilih calon Presiden dan Wakil Presiden, pengucapan sumpah/janji anggota DPR, DPD dan DPRD, kampanye calon Presiden dan Wakil Presiden, logistik dan distribusi Pemilu 2009 untuk Presiden dan Wakil Presiden, pemungutan dan penghitungan suara Pemilu 2009 untuk Presiden dan Wakil Presiden, penetapan calon terpilih Pemilu Presiden dan Wakil Presiden, serta advokasi hukum dan pengambilan sumpah/ janji Presiden dan Wakil Presiden, yang terdiri dari :
Jumlah = Rp. 14.110.083.760.954 (Rincian program/kegiatan dan anggaran terlampir) III.PERBEDAAN ANGGARAN PEMILU 2004 DAN 2009a.Tahun Anggaran 2003 dan 2008 i.Tahun Anggaran 2003: ii.Tahun Anggaran 2008: Perkiraan efisiensi anggaran Pemilu 2009 tahun 2008 sebesar Rp. 377.946.979.252,- (tiga ratus tujuh puluh tujuh milyar sembilan ratus empat puluh enam juta sembilan ratus tujuh puluh sembilan ribu dua ratus lima puluh dua rupiah). b.Tahun Anggaran 2004 dan 2009 i.Tahun Anggaran 2004 : ii.Tahun Anggaran 2009: lima ratus sembilan puluh milyar empat ratus tiga puluh juta empat ratus enam puluh satu ribu empat puluh lima rupiah). (Matrik rincian terlampir) IV.FAKTOR-FAKTOR YANG MENYEBABKAN MENINGKATNYA ANGGARAN PEMILU YANG BERSUMBER DARI APBN 2008 DAN 2009
V.HAL-HAL YANG MEMERLUKAN KERJASAMA ANTARA KPU, KPU PROVINSI DAN KPU KABUPATEN/KOTA DENGAN PEMERINTAH DAN PEMERINTAH DAERAHa.Rencana anggaran Pemilu 2009 untuk tahun 2008 dan 2009, belum mengalokasikan anggaran untuk kebutuhan Bawaslu dan biaya distribusi barang-barang keperluan Pemilu 2009 dari KPU Kabupaten/Kota ke TPS, dan dari TPS ke KPU Kabupaten/Kota, sehubungan dengan variasi dan jumlah kebutuhan anggaran yang sangat besar. Anggaran Bawaslu akan diusulkan oleh bawaslu sendiri sebagai lembaga permanen. b.Meningkatnya kegiatan rutin dan operasional pada tahun2008 dan 2009 belum disertai meningkatnya anggaran rutin KPU, KPU Provinsi dan KPU Kabupaten/Kota dari sumber anggaran 76. c.Adanyakebutuhan riil KPU, KPU Provinsi dan KPU Kabupaten/Kota dalam pengamanan proses dan penetapan hasil Pemilu 2009 yang tidak tersedia dalam anggaran APBN. d.Adanya kebutuhan riil untuk kegiatan desk Pemilu 2009 untuk koordinasi dengan instansi terkait mengenai penanganan masalah-masalah di lapangan dari masing-masing daerah yang juga belum tersedia dalam anggaran APBN. e.Berkenaan dengan angka 1 sampai dengan 4, perlu adanya kerjasama antara KPU dengan Pemerintah dan KPU Provinsi dan KPU Kabupaten/Kota dengan Pemerintah Daerah dengan mempedomani Pasal 121 Undang-Undang Nomor 22 tahun 2007 (Untuk melaksanakan tugas, wewenang dan kewajibannya, KPU, KPU Prvinsi, dan KPU Kabupaten/Kota dapat bekerjasama dengan Pemerintah dan Pemerintah Daerah serta memperoleh bantuan dan fasilitas, baik dari Pemerintah maupun dari Pemerintah Daerah, sesuai dengan peraturan perundang-undangan). Jakarta, 2 November 2007 KETUA, Prof. Dr. H. A. HAFIZ ANSHARY, MA |